30 Agustus, 2009

ketidak adilan seorang pemimpin menurut ISLAM

guntur pana'atmaja, menaruh perhatian yang besar tentang persoalan kepemimpinan dalam keorganisasian. Karena ukuran kebaikan sebuah organisasi turut ditentukan oleh kualitas dan nilai kepemimpinan yang ada di dalamnya. Sebab itu, Islam menganjurkan agar kita memilih pemimpin yang bersifat amanah dan para pemimpin juga menjalankan kepemimpinan secara benar.
sesuai degan firman:
Imam Ar-Razi menyebutkan bahwa amanah kepemimpinan menjadi prioritas utama yang harus dilaksanakan. Menunaikan amanah dan berlaku adil terhadap manusia tanpa kecuali, merupakan pahala
besar bagi amal sholeh yang dilakukan oleh orang yang beriman. Rasulullah SAW dengan tegas menafikan iman dari orang yang tidak bisa menjaga amanah dengan baik, “Tidak ada agama bagi orang yang tidak bisa menunaikan amanah” (HR. Ahmad dan Al Baihaqi).
Merenungkan begitu beratnya konsekuensi yang harus dipertanggungjawabkan dalam mengemban amanah itu, maka setiap muslim harus terlebih dahulu melakukan introspeksi diri sebelum menerima amanah dalam bentuk apapun. Sebab langit dan bumi saja merasa berat untuk menerima amanah. Sebagaimana yang dijelaskan Allah SWT dalam Al Quran Surah Al Ahzab ayat 72: “Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanah kepada langit dan bumi serta gunung-gunung, mereka enggan untuk memikulnya dan merasa berat menerimanya. Dan dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya mereka amat zhalim dan bodoh.”

Firman Allah di atas mengingatkan kita agar berhati-hati dalam memelihara amanah. Menurut al Qurthubi ayat tersebut merupakan “majaz” atau perumpamaan yang berisi sindiran Allah kepada manusia. Diingatkan agar kita berhati-hati dengan amanah, karena betapa besarnya kemudian akibat yang harus diterima, jika amanah tidak berjalan dengan semestinya.
Ada pelajaran-pelajaran yang dapat kita petik dari perjalanan hidup para sahabat terkait dengan amanah kepemimpinan. Di antaranya adalah sejarah perjalanan yang dilalui Imam Abu Hanifah. la
pernah ditawari jabatan tinggi di pemerintahan, sebagai kepala perbendaharaan negara (baitul mal). Tetapi ia menolaknya bahkan ia lebih memilih dipenjara dan dihukum cambuk 120 kali dari pada menerima tawaran itu. Alasannya sangat sederhana, yaitu karena takut kepada hukuman Allah yang lebih dahsyat dari pada hukuman yang diberikan negara, jika suatu saat ia tidak dapat menjalankan amanah itu secara benar.

Demikian juga dengan Abu Bakar Siddik ketika diangkat jadi pemimpin. la menangis tersedu-sedu, dan mengatakan kepada masyarakat saat itu bahwa jabatan yang diembannya adalah amanah dan cobaan. Sehingga dalam menjalankan amanah itu, ia minta bantuan dari masyarakat agar meluruskannya jika salah dan membantunya dalam menegakkan kebenaran dan keadilan.

Begitulah gambaran ketakutan para sahabat dalam menerima amanah yang diberikan kepada mereka. Ketakutan mereka bukan berarti karena kelemahan, akan tetapi ketakutan mereka adalah jika kemudian amanah itu tidak dapat dijalankan secara adil, sehingga ada umat yang terabaikan sehingga menjadi catatan dosa selamanya di hadapan Allah SWT. Ini menunjukkan, bahwa refleksi akhirat itu senantiasa hadir dalam kehidupan mereka, sehingga mereka begitu penuh kehati-hatian dalam menerima dan memperebutkan sebuah amanah. Read More......
 

© Copyright by Guntur Pana'atmaja | Template by guntur | guntur 2010